MY DAILY: Morning Pages. 1 hari di 2023. Cerita Ibuku menghadapi Kanker Payudara

 Catatan Pagi Ku. 


 

Pagi hari ini aku memutuskan untuk mengetik saja daripada menulis, karena jika menulis akan menghabiskan banyak pena dan juga buku. Pagi ini tidak banyak hal yang muncul di pikiranku. Aku memulai pagi dengan cukup baik. Bangun lebih pagi dan memulai hal baik lainnya. Oh iya pagi ini aku menyempatkan untuk membuat kue dari tepung kue yang sudah ku beli sejak lebaran idul fitri lalu. Ini bulan baru, jadi aku memutuskan untuk mencoba memperbaiki diri, memulai kebiasaan yang lebih berarti dan lebih bermanfaat. Aku harap kedepannya akan istiqomah dalam melakukan perbaikan diri. Aku ingin mengurangi pemakaian ponsel untuk sekedar scrol scrol media sosial dan tidak menghasilkan apapun. Cukup berat sebenarnya, karena daya tarik media sosial cukup kuat. Jadi aku harus memikirkan hal apa saja yang bisa kulakukan untuk menggantikan penggunaan ponsel itu.

Aku jadi ingin bercerita mengenai kehidupanku beberapa bulan ini, tepatnya dari akhir tahun lalu. Cukup berat. Mungkin kata itu yang mampu menggambarkan perjalananku beberapa bulan ini. Banyak hal yang telah dilewati dan terlewati. Akhir tahun lalu ibukudi diagnosa kanker payudara. Cukup cepat untuk pengobatannya karena begitu kami diberi tahu hasil biopsi dari dokter bedah di daerah ku kami langsung di rujuk untuk menemui dokter spesialis onkologi di tempatku bekerja. Pertama pertemuan dengan dokter onkologi kami langsung di beri tanggal untuk operasi pemasangan kemoport karena harus dilakukan kemoterapi dan harus dipasang akses obat. Sehari sebelum kontrol ke poli untuk rawat inap pre operasi. Kami dilema. ibuku punya riwayat gastritis, hipertensi tanpa obat dan beberapa bulan lalu baru tahu bahwa kadar gulanya juga tinggi. Aku dan ayahku satu pemikiran. Bahwasanya apakah baiknya tidak dilakukan kemoterapi, karena dari efek kemoterapi yang kami dengar banyak sekali efek samping seperti mual muntah, rambut rontok, lemas, pegal seluruh badan dan lainnya.

Akhirnya kami memutuskan untuk datang ke praktek dr. Spesialis onkologinya untuk menanyakan terkait skema perjalanan pengobatan ibuku, karena kami belum mengetahui seberapa lama dan bagaimana tatacara kemoterapi ini akan berlangsung. Setelah dari konsul itu kami tidak mendapatkan apapun, dokter tidak memberikan penjelasan terkait tatacara pengobatan dan hanya meminta kami mengikuti aliran dan perjalanan yang nanti akan dibuatkan. Lagi lagi dilema kami tidak menemukan titik terang. Berapa lama pengobatan dan apa saja baik buruknya pengobatan tidak kami dengar. Dengan berbekal keinginan ibuku untuk sembuh, kami berangkat ke rumah sakit pagi itu. Dan operasi pertama yaitu pemasangan kemoport terlewati.

Awal tahun menjadi awal yang baru juga bagi kami. Ibuku memulai siklus kemoterapi pertamanya pada 29 desember lalu. Dan dalam 21 hari akan dimulai lagi siklus kedua. Rambutnya mulai rontok. Mual mulai sering. Sampai dengan kemoterapi siklus ke-3 semua berjalan lancar. Ibuku cukup hebat untuk melawan efek samping obat kemoterapi.setelah kemoterapi ke-4 kondisi ibuku sedikit menurun. Badannya terasa panas dingin dan diujung jari jari kaki tangannya terasa seperti di tarik tarik. Terlihat juga perubahan warna seperti kemerahan terbakar pada telapak dan pinggir tangan kakinya serta teraba panas saat di pegang. Ibuku cukup banyak menangis karena merasa sakit pada sekujur tubuhnya. Berat badannya mulai berkurang. Muncul sariawan sehingga ia kesulitan untuk makan. Tiada hari tanpa tangisnya. aku jadi sering pulang karena khawatir dan tidak tenang dengan kondisinya.

Sampai pada siklus kemoterapi ke-5 kondisinya makin cukup melemah. Dia tidak bisa ikut menjalankan ibadah puasa di bulan ramdhan tahun ini. Beberapa aktivitasnya menjadi sulit, terutama untuk berjalan. Hal ini tambah membuatnya murung. Airmata semakin banyak yang ia keluarkan. Pagi siang ataupun malam tidak merubah apapun. Badannya sakit, lemas, tidak nafsu makan, sariawan dan juga kesulitan untuk berjalan. Badannya mulai tampak semakin kurus, raut wajah senyumnya semakin luntur. Ini menjadi awal mula dari titik berat yang akan kami jalani.

Siklus kemoterapi ke-6 dimulai beberapa hari sebelum hari raya idul fitri tepatnya pada 14 April. Setelah tidak bisa mengikuti puasa ramadhan, ibuku pun tidak bisa ikut melaksanakan sholat ied bersama karena badannya terasa lemas dan membutuhkan banyak tenaga untuk beraktivitas. Sepanjang hari itu dia hanya berbaring sambil menangis dikala tamu belum berdatangan. Beberapa bagian tubuhnya kemerahan seperti terbakar post kemoterapi, namun saat sudah mendekati hari ke 21 kulitnya berubah menjadi warna kehitaman seperti gosong. Terutama di bagian pinggir kaki dan tangan, siku, lutut. Kulitnya mulai teraba kering. Beberapa hari post kemoterapi ke-6 ini tubuhnya makin drop. Muncul luka lecet pada bagian belakang tubuh ibuku. Kemudian ia mulai merasakan panas dingin yang tak berkesudahan sehari harinya. Serta muncul rasa perih dan bintik kecil pada area ketiaknya. Lagi lagi airmatanya tidak berhenti mengalir saat itu.

Untuk sampai ke siklus kemoterapi ke-7 ini cukup panjang, dan setelahnya pun cukup panjang cerita yang mungkin tidak bisa tersampaikan semua. Beberapa hari setelah kemo ke 7 ini efek sampingnya semakin parah, mual, tidak nafsu makan, sariawan, lemas, nyeri seluruh badan, saraf saraf tepi terasa di tarik, hingga yang paling parah mulai muncul luka lecet seperti sariawan pada area-area lipatan tubuh ibuku. Hal ini bermula dari suhu tubuh yang naik turun sepanjang hari dan berhari hari, lalu mulai muncul bintik bintik kecil bernanah pada area ketiak ibuku. Beliau sempat di rawat di rumah sakit seminggu lamanya. Dan ketika pulang, area ketiaknya menjadi luka basah yang tampak seperti sariawan. Selain itu juga terdapat luka lecet pada area lipatan-lipatan bokong ibuku. Aku mengambil libur dari kerjaku untuk merawat luka ibuku. Cukup sulit untuk kering, dan rasa perih yang tak tertahankan. Sejak hari itu ibuku harus memotong beberapa lembar baju dasternya karena tidak bisa memakai pakaian berlengan. Ketika tidur ibuku harus mengangkat tangannya agar ketiaknya tidak tertutup dan membuat luka semakin sulit kering. Inilah yang menjadi awal mula ibuku memiliki kebiasaan mengangkat tangan keatas kepala ketika tidur. Hari-hari mulai tidak tenang, kekhawatiran semakin meningkat. Mungkin di bulan itu aku lebih banyak mengambil libur daripada bekerja.

Sampailah pada siklus kemoterapi ke-8 atau yang terakhir. Saat itu luka ibuku sudah cukup kering hanya masih ada beberapa bagian yang basah dan meninggalkan bekas. Aku sebelumnya sempat berkonsultasi dengan orang kamar kemoterapi terkait pengobatan luka ibuku. Saat dokter visit pagi aku menyampaikan mengenai luka ibuku, kakak perawat mengatakan bahwa beberapa pasien memang mengalami seperti itu. Kami cukup tenang, karena lukanya sudah cukup membaik dan rasa perih sudah cukup berkurang. Sebenarnya ada sedikit perasaan yang mengganggu, namun aku membiarkan hal itu terlewati begitu saja. Sebulan belakangan ini cukup berat, atau sangat berat ?. aku takut gula darah tinggi pada ibuku dapat mempengaruhi waktu penyembuhan luka pada ibuku, tapi alhamdulillah lukanya bisa cukup membaik untuk saat itu.

Tetapi perasaan tenangku tidak berlangsung lama. Awal bulan Juni, ayahku menelpon ibuku sedang menangis sejadi jadinya. Ia mengeluh perih tidak tertahankan. Saat itu masih jam 3 pagi dan orang-orang di rumahku sudah sibuk dan kebingungan. Akhirnya ibuku di bawa ke igd, dan diberi terapi ketorolac supp. Selang sejam ibuku malah semakin gelisah dan tidak tenang di rumah sakit. Ia ingin pulang. Setelah cukup lama berpikir kakakku meminta PAPS dari rumah sakit dan membawa pulang saja ibuku. Ia masih menangis kesakitan sepanjang pagi hari itu. Setelah selang 4 jam ibuku minum obat pereda nyeri kembali. Aku menelpon dan mencoba menenangkan. Pagi itu sangat kacau, aku bekerja dengan tidak tenang. Meskipun jauh aku tau kondisi di rumah pasti sama kacaunya dengan pikiranku. Sore menjelang malam hari ibuku baru bisa mereda dari tangisannya dan sempat tertidur 2 jam. Aku baru bisa pulang 2 hari setelahnya. Ayahku di sibukan karena nenekku juga masuk rumah sakit setelah sebelumnya mengeluh sakit perut.

Saat tiba di rumah, kupandangi wajah ibuku, sangat berbeda dari terakhir kali ku lihat padahal itu baru 1 minggu yang lalu. Bagaimana bisa jadi seperti ini?.badannya tampak kurus dan terdapat luka baru pada ketiaknya bahkan menjalar sampai ke arah siku. Pada kaki kirinya terdapat kemerahan sampai ke lutut dan luka melepuh pada punggung kakinya. Pada kaki kiri juga tampak memerah. Kedua lututnya pun merah seperti terbakar. Ia hanya berbaring. Kesulitan bahkan untuk sekedar bangkit dari tidurnya. Satu minggu yang lalu kondisinya tidak seperti ini, aktivitasnya masihg mandiri, bangun dari tempat tidur yang cukup tinggi pun ia masih mampu. Pikiran kacauku sebelum sebelumnya bahkan mungkin tidak ada yang sekacau hari itu saat aku pulang dan melihat kondisi ibuku seperti terkena SJS.

Mungkin ini adalah punyak pahit dari cerita yang bahan belum selesai ini. Hampir 2 minggu aku pulang untuk merawat luka ibuku. Sangat parah. Kata yang mungkin bisa menggambarkannya. Mungkin orang bertanya kenapa tidak di bawa ke rumah sakit. Jawabannya sudah. Tetapi ibuku malah semakin gelisah. Jadi kami memutuskan untuk merawat di rumah. Dua minggu itu ibuku benar benar tirah baring. Makan di tempat tidur dan hanya bangun untuk kekamar mandi. Bukan karena malas. Tapi kakinya terlalu lemas dan sakit untuk di tapakkan ke lantai. Luka yang banyak itu entah kenapa jadi lebih sulit untuk mengering. Setelah dua minggu terlewati luka di bagian ketiaknya sudah cukup mengering di bagian atasnya. Tapi rasa perihnya masih sama saja. Luka pada punggung kakinya cukup lama untuk sembuhnya. Aku harus kembali bekerja. Akhirnya kami memutuskan ibuku untuk ikut aku sementara waktu karena tidak ada yang bisa merawat dan membantu kesehariannya di rumah. Total 9 jenis obat topical yang sudah kugunakan. Luka di kaki cukup baik dan mengering. Keseluruhan badannya seperti kulit yang bersisik lalu mengelupas kering. Ketiaknya sudah cukup membaik hanya tinggal sedikit lagi tetapi masih cukup perih.

Kami memutuskan untuk konsul ke dokter onkologi, dan kami malah di beri jadwal untuk dilakukan operasi pengangkatan payudara dan hanya di beri multivitamin dan obat penghilang nyeri. Ibuku memutuskan untuk pulang beberapa hari sebelum lebaran idul adha. Kondisinya cukup membaik. Aktivitas sudah mulai bisa mandiri. Ia bisa duduk lebih lama daripada sebelumnya. Dan akhirnya dengan kondisi yang belum sepenuhnya kembali ibuku menjalani operasi ke 3 nya yaitu mastektomi pada 5 Juli kemarin. Kondisinya semakin membaik setiap harinya. Dan sampai dengan catatan ini ku buat ibuku baru saja memulai terapi hormonal atau terapi obat minumnya yang akan dilakukan dalam jangka waktu 5 tahun.

Aku berharap kedepannya kondisi ibuku semakin membaik. Cukup kemarin ku lihat airmatanya dan jerit tangis kesakitannya. Suatu rasa syukur yang luar biasa kami bisa melewati semua itu. Betapa hebat ibuku dalam menghadapi titik pahit kehidupannya. Untuk pengobatannya semoga di beri kelancaran dan kesembuhan. Semoga bahagia selalu menghampiri hari- hari ibuku dan orangtuaku.

Ku harap hanya ini kisah terpahit yang bisa aku ceritakan. Untuk siapapun diluar sana yang barangkali sama, mengalami pengalaman dalam menghadapi pengobatan kanker. Semoga di beri kemudahan, kekuatan, kelapangan dada dan kesembuhan bagi keluarga kita tercinta.

Sekian, sampai jumpa lagi..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Perjalanan Terakhir Kita

 Menunggu mu atau menunggu surat undangan pernikahan dirimu